Gejolak papua
Sejak 1970an, aktivitas Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengganggu keamanan di bumi cenderawasih tak pernah surut. Tak sedikit orang yang dibunuhnya, baik militer maupun warga sipil. Selain bergerak dihutan-hutan dan gunung-gunung, gerakan OPM juga membaur dengan masyarakat agar bisa memprovokasi dan mengadu domba.Selain gerakan separatis, banyak pula warga asing yang datang secara illegal untuk melakukan misi kejahatan di tanah Papua, termasuk menyelundupkan ganja.
Aparat keamanan tak pernah berhenti memburu separatis OPM tersebut. Beberapa tokoh OPM ada yang menyerahkan diri dan kembali ke pangkuan ibu pertiwi.Ada pula yang tertangkap atau tertembak mati oleh aparat keamanan. Tapi, ada juga yang tak mau “turun gunung”, alias tetap pada tuntutan melahirkan sebuah negara yang merdeka dan berdulat penuh. Kalau sudah begini, perang melawan OPM adalah jawabannya.
Pergerakan OPM selalu dipantau oleh intelijen kita. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, pada 21 Januari 2011, mengatakan, berdasarkan analisa intelijen, prioritas pengamanan 2011 belum berubah.Wilayah Papua, Maluku, dan Aceh masih menjadi prioritas. “Wilayah tersebut masih berpotensi terjadi konflik,” kata Panglima.
Maka, selain TNI AL yang mengamankan wilayah laut di Selat Malaka, Laut Aru, dan perairan Sulawesi, TNI Angkatan Udara juga telah menambahkan kekuatan pasukan khas (Paskhas) di Biak, Papua Barat, dari tingkat Kompi menjadi Batalyon. “Kita fokuskan dulu pada kesejahteraan rakyat,” ujar Agus kala itu.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, menyatakan tak akan mentolerir aksi-aksi yang dilakukan separatis Papua.”Kementerian Pertahanan bersama dengan TNI tidak akan mentolelir gerakan – gerakan sparatis, “ kata Purnomo ketika menjenguk tiga korban penembakan oleh separatis di RSPAD,Jakarta. Maka, pemerintah akan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan aparat –aparat terkait lainnya guna menentukan langkat – langkah selanjutnya.
Mengapa Papua ingin merdeka? Jawabannya karena mereka tidak puas dan ada ketidakadilan.Impian yang dideklarasikan OPM adalah mendirikan “Republik Papua Barat”-gabungan Propinsi Papua dan Papua Barat. “Republik Papua Barat” dideklarasikan setelah Belanda mundur-antara lain akibat tekanan dari negara adidaya Amerika Serikat-dari Bumi Cenderawasih, pada 1963.
Pada 1 Juli 1971, OPM kembali mencoba memproklamirkan kemerdekaan Republik Papua Barat, namun tak berhasil. Kemudian, 14 Desember 1984, Republik Melanesia Raya diproklamirkan, tapi pemimpinnya ditangkap aparat Indonesia.
Papua bagian barat merupakan wilayah bagian barat dari Pulau Papua yang terbagi dalam dua provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat. Wilayah ini sering disebut West Papua oleh media internasional.
Penyelesaian status Papua Barat berlarut-larut, bahkan tidak selesai hingga 1961, sampai terjadi pertikaian bersenjata pada Desember 1961 antara Indonesia-Belanda, untuk memperebutkan wilayah tersebut.
Melalui Perjanjian New York, akhirnya disepakati untuk sementara Papua bagian Barat diserahkan kepada PBB melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA), sebelum diberikan sepenuhnya kepada Indonesia, 1 Mei 1963.
Kedudukan Papua Barat menjadi lebih pasti setelah diadakan sebuah referandum act of free choicepada 1969, dimana rakyat Papua Barat memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia. Adalah Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore yang diangkat Pemerintah RI menjadi Gubernur Pertama Papua 1956-1961, yang kala itu beribukota di Soasiu, Pulau Tidore. Dia dilantik pada 23 September 1956. Setelah berada dibawah penguasaan Indonesia, Papua bagian barat dikenal dengan nama Provinsi Irian Barat sejak 1969-1973.
Nama Irian Barat, kemudian diganti oleh Presiden Soeharto menjadi Irian Jaya, ketika meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport.Nama itu tetap digunakan secara resmi hingga 2002. Kemudian, nama provinsi itu diganti lagi menjadi Papua, sesuai Undang-Undang Otonomi Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2001.
Pada 2004, berbagai aksi protes mewarnai provinsi ini. Papua kemudian dibagi dua provinsi oleh pemerintah. Wilayah bagian timur tetap memakai nama Papua.Sedangkan bagian Barat bernama Provinsi Irian Jaya Barat (kini Papua Barat).
Penduduk asli Papua Barat merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia, maupun negara asia lain. Perjanjian penyatuan oleh Indonesia-Belanda pada 1969 tak diakui oleh sebagian masyarakat Papua.Alasannya, dianggap sebagai penyerahan dari tangan satu penjajah kepada penjajah lain.
Pada 1965, beberapa nasionalis Papua Barat membentuk OPM sebagai sarana perjuangan kemerdekannya.Kini perjuangan mereka itulah yang diteruskan. Bahkan, ratusan orang kini sudah menetap di Belanda untuk memperjuangkan keinginan mereka.Sebuah modal yang juga dilakoni separatis Republik Maluku Selatan (RMS) yang bermukim di Belanda-dulu pernah disantuni pemerintah Belanda-tapi belakangan dihapus.
Singkat cerita, setelah Papua Barat digabungkan dengan Indonesia sebagai Irian Jaya, Indonesia mengambil posisi sebagai berikut. Pertama, Papua Barat telah menjadi daerah Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1945.Kedua, Belanda berjanji menyerahkan kepada Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).Ketiga, penggabungan Papua Barat dengan Indonesia adalah tindakan merebut kembali daerah Indonesia yang dikuasai Belanda.Keempat, penggabungan Papua Barat dengan Indonesia adalah kehendak rakyat Papua. Jadi, kalau ada separatis OPM, itu hanya sebagian kecil saja, bukan suara terbanyak masyarakat Papua.
Dosen Universitas Cenderawasih, Mesak Iek, yang ditemui di Jakarta, mengatakan, ketimpangan ekonomi.Dana besar mengalir dari Pemerintah Pusat ke daerah Papua, tidak mengucur ke masyarakat bawah. “Habis dinikmati elit di Papua,” tandas Mesak kesal.
Kita harapkan papua tetap menjadi bagian dari indonesia, pemerintah harus terus berusaha mensejahterakan masyarakat papua, jangan sampai terulang seperti timor-timor.