rahasia pulau komodo

Sejarah Pulau Komodo Inilah kisah tentang naga.
Bukan sekadar legenda, tetapi
benar-benar seekor naga yang
hingga kini masih mendiami
Kepulauan Indonesia bagian
timur dan tengah. Raksasa dari dunia reptil ini punya
reputasi sebagai predator
puncak di kelasnya.
Sejak dulu di Pulau Komodo,
jajaran Kepulauan Flores,
Indonesia, telah muncul kisah tentang naga raksasa. Banyak
pelaut yang berkisah bahwa
naga ini lebih mirip monster
yang menakutkan. Ekornya yang besar bisa
merubuhkan seekor kerbau
hanya dengan satu kibasan.
Rahangnya besar dan kuat,
hingga mampu menelan
seekor babi hutan dalam satu gerakan. Dan dari mulutnya
senantiasa menyemburkan
api. Kisah ini beredar luas dan
sempat menarik perhatian banyak orang. Namun tak
pernah ada yang berani
mendekati pulau tersebut
untuk membuktikannya.
Sampai akhirnya pada 1910-an
awal, muncul laporan dari gugus satuan tempur armada
kapal Belanda yang
bermarkas di Flores tentang
makhluk misterius yang
diduga “naga” mendiami sebuah pulau kecil di wilayah
Kepulauan Sunda Lesser
(sekarang jajaran Kepulauan
Flores, Nusa Tenggara). Para pelaut militer Belanda
tersebut memberi laporan
bahwa makhluk tersebut
kemungkinan berukuran
sampai tujuh meter
panjangnya, dengan tubuh raksasa dan mulut yang
senantiasa menyemburkan
api. Letnan Steyn van
Hensbroek, seorang pejabat
Administrasi Kolonial Belanda
di kawasan Flores mendengar laporan ini dan kisah-kisah
yang melingkupi Pulau
Komodo. Ia pun
merencanakan perjalanan ke
Pulau Komodo. Setelah mempersenjatai diri
dan membawa satu regu
tentara terlatih, ia mendarat di
pulau tersebut. Setelah
beberapa hari di pulau itu,
Hensbroek berhasil membunuh satu spesies aneh
itu. Ia membawanya ke markas
dan dilakukan pengukuran
panjang hasil buruannya itu
dengan panjang kira-kira 2,1
meter. Bentuknya sangat
mirip kadal. Satwa itu kemudian dipotret
(didokumentasikan) oleh
Peter A Ouwens, Direktur
Zoological Museum and
Botanical Gardens Bogor,
Jawa. Inilah dokumentasi pertama tentang komodo. Ouwens tertarik dengan
temuan satwa aneh tersebut.
Ia kemudian merekrut
seorang pemburu lihai untuk
menangkap spesimen
untuknya. Sang pemburu berhasil membunuh dua ekor
komodo yang berukuran 3,1
meter dan 3,35 meter, plus
menangkap dua anakan,
masing-masing berukuran di
bawah satu meter. Berdasarkan tangkapan sang
pemburu ini, Ouwens
melakukan penelitian dan
menyimpulkan bahwa
komodo bukanlah naga
penyembur api, melainkan termasuk jenis kadal monitor
(monitor lizard) di kelas
reptilia. Hasil penelitiannya ini
kemudian dipublikasikan pada
koran terbitan tahun 1912.
Dalam pemberitaan itu,
Ouwens memberi saran nama
pada kadal raksasa itu Varanus komodoensis sebagai
pengganti julukan Komodo
Dragon (Naga Komodo). Sadar arti penting komodo
sebagai satwa langka,
Pemerintah Belanda
mengeluarkan peraturan
proteksi terhadap komodo
dan Pulau Komodo pada 1915. Jadilah kawasan itu sebagai
wilayah konservasi komodo. Temuan komodo sebagai
legenda naga yang hidup,
memancing rasa ingin tahu
dunia internasional. Beberapa
ekspedisi ilmiah dari berbagai
negara secara bergilir melakukan penelitian di Pulau
Komodo. Hewan Prasejarah yang
Bertahan Usai Perang Dunia I, sebuah
ekspedisi ilmiah dirancang
untuk melakukan penelitian
komodo. Pada 1926, ekspedisi
yang dipimpin W Douglas
Burden dari American Museum of Natural History dengan
perangkat penelitian
termodern, melakukan
penelitian selama berbulan-
bulan. Ekspedisi yang melibatkan
puluhan orang itu menangkap 27 ekor komodo.
Mereka melakukan bedah
anatomi dan identifikasi
spesies. Dari sinilah laporan
ilmiah pertama yang lengkap
tentang komodo dibuat. Dideskripsikan bahwa
komodo memiliki kepala
yang besar dan kuat, memiliki
sepasang mata yang bersinar,
kulitnya keras, tebal dan liat.
Memiliki kelambir kulit berkerut di bawah lehernya. Bentuknya mirip dengan
biawak, dengan empat kaki
yang gemuk besar dan ekor
yang juga gemuk besar
panjang. Memiliki 26 gigi yang
tajam, masing-masing berukuran 4 cm, memiliki
lidah bercabang yang
berwarna merah cerah. Jika
dilihat dari kejauhan, lidah
yang dijulurkan akan mirip
api, karena komodo sering menjulurkan lidahnya seperti
ular. Komodo juga pemburu
handal. Ia mengandalkan
gigitan dan racun bakteri pada
ludahnya untuk
melumpuhkan mangsa. Ia
akan mengikuti mangsanya yang sudah terluka selama
berhari-hari, sampai akhirnya
mati, barulah ia
menyantapnya. Sebagai
karnivora dan scavenger
(pemakan bangkai), komodo memang hanya ditemui di
Pulau Komodo, Pulau Rinca,
Pulau Padar, Gili Motang,
Owadi dan Samiin. Komodo
juga diketahui sebagai hewan
yang jago berenang. Dengan cara itulah ia melakukan
penjelajahan di pulau-pulau
sekitar Flores. Fosil Sementara itu pada
pertengahan abad 20, di
Australia ditemukan fosil
makhluk purba yang setelah
diteliti sangat mirip dengan
komodo. Berdasarkan uji karbon, fosil itu diyakini
berasal dari masa 60-30 juta
tahun lalu. Ini berarti komodo
pernah menghuni daratan
Australia di masa prasejarah. Namun peneliti masih
dibingungkan dengan
hubungan Pulau Komodo
dengan fosil komodo dari
Australia. Walau sejarah
geologi bumi menunjukkan bahwa dulunya Australia dan
beberapa kepulauan Indonesia
adalah satu lempeng, namun
Pulau Komodo diperkirakan
terbentuk sekitar 1 juta tahun
silam. Sementara berdasarkan
penelitian, komodo prasejarah
sudah punah setidaknya 30
juta tahun lalu, sebelum Pulau
Komodo terbentuk. Lantas
mengapa komodo hanya bisa ditemukan di Pulau Komodo
dan sekitarnya? Sejak kapan
komodo menghuni Pulau
Komodo? Sementara tidak
pernah ditemukan jejak
belulang komodo di tempat lain (kecuali Australia). Ini
adalah satu misteri yang
menuntut penelitian lebih
lanjut. Kelahiran Komodo dari
Induk “Perawan ” Persis 18 hari lalu, penantian
para ahli zoologi di kebun
binatang Chester Zoo,
Manchester, Inggris, berakhir.
Sebuah fenomena alam yang
mengejutkan dunia ilmu pengetahuan tentang satwa.
Seekor komodo betina yang
masih perawan, berhasil
bertelur dan menetaskan lima
di antaranya. Berdasarkan berita yang
dilansir Associated Press, Flora-begitu nama sang
komodo betina itu-berhasil
melahirkan lima bayi komodo
tanpa peran serta pejantan
penghuni Pulau Komodo pada
proses pembuahan. “Flora sangat mengagumkan, kami senang sekali
mengetahui dia adalah ibu
sekaligus ayah bayi-bayinya, ” kata Kevin Buley, kurator
kebun binatang untuk jenis
vertebrata dan invertebrata. Pada pertengahan Januari
2007, telur-telurnya mulai
pecah setelah masa
mengandung delapan bulan
yang terjadi pada puncaknya
23 Januari 2007, dengan kelahiran komodo yang
kelima. Sementara dua telur
lainnya masih dieraminya. “Penerapan program pengembangbiakan
konservasi ini sangat luar
biasa, sebab ini membuka
jalan baru, di mana hewan-
hewan dapat berpotensi
menjadi koloni di sebuah pulau,” kata Buley. “Betinanya mampu berenang menyeberangi sebuah pulau
yang baru, lalu mengerami
telur-telurnya, dan lantas
mengencani bayi-bayi
lelakinya dan secara seksual
menghasilkan sebuah generasi normal yang baru, ” tambahnya. Tes DNA memberi bukti
akurat bahwa Flora benar-
benar berhasil melahirkan
anaknya tanpa bantuan
pejantan. Disebutkannya lagi, ukuran
bayi-bayi naga ini antara 16
inci (40 cm) hingga mencapai
18 inci (45 cm) dan beratnya
antara 3½ - 4½ ons (100-125
gram). Menyantap Jangkrik dan
Belalang Kelima anak komodo
keturunan Flora ini lahir dalam
keadaan sehat dan hanya
makan jangkrik dan belalang
sebagai makanan dietnya. Ini
sesuai dengan kehidupan asli komodo di alam liar. Berdasarkan pengetahuan
ilmiah, saat tumbuh dewasa,
bayi-bayi komodo bisa
mencapai ukuran panjang 10
kaki (3 meter) dan memiliki
berat sekitar 300 pon (135 kilogram). Jika mencapai
ukuran luar biasa ini, mereka
akan sanggup menyantap
bulat-bulat seekor babi atau
rusa. Nah, selera makan yang buas
pada reptil ini menjelaskan
mengapa Flora tidak dibiarkan
berada dekat dengan anak-
anaknya. “Tidak ada insting keibuan pada diri komodo.
Jadi, sangat alami untuk tetap
menjaga anak-anaknya
menjauh dari induknya.
Induknya akan mencoba
memakan apa saja yang mendekat di depan
hidungnya, ” jelas Buley. Menurut data, sekitar 70
spesies reptil termasuk ular
dan kadal dikenal mampu
bereproduksi secara aseksual
(tanpa berhubungan kelamin)
dalam sebuah proses yang dikenal secara ilmiah sebagai
partenogenesis. Namun,
konsepsi keperawanan
(virginitas) Flora dan naga
komodo lainnya pada April
lalu di kebun binatang London merupakan yang pertama kali
didokumentasikan. Dua konsepsi virginitas ini
diumumkan pada September,
yang tertuang dalam makalah
ilmiah dalam jurnal Nature. Penghuni Pulau Komodo Komodo adalah hewan asli
Kepulauan Flores, Nusa
Tenggara. Pulau yang paling
banyak ditempati komodo ini
diberi nama sesuai dengan
nama hewan ini saat ditemukan pada 1910, yakni
Pulau Komodo (Komodo
Island). Kadal-kadal raksasa ini
termasuk hewan yang nyaris
punah dengan jumlah populasi
di alam liar kurang dari 4.000
ekor. Untuk melindungi
komodo, pada 1980 disepakati untuk membentuk kawasan
konservasi dalam bentuk
Taman Nasional Komodo di
Pulau Komodo dan pulau-
pulau kecil di sekitarnya. Sebaran dan populasi komodo
dalam tiga dasawarsa terakhir
ini semakin menurun dan
keberadaannya semakin
terancam, terutama akibat
kegiatan perburuan rusa, sebagai mangsa utamanya.
Bahkan populasi di Pulau Padar
diketahui telah hilang sejak
akhir 1990-an, padahal pada
awal tahun 1980-an, komodo
masih dapat dijumpai di sana. Perhatian dan upaya
konservasi spesies ini perlu
diberikan secara khusus,
karena populasi komodo
diambang kepunahan. Bagi sebagian penduduk di
Pulau Komodo, hewan ini
dianggap lebih berbahaya
terhadap manusia daripada
buaya, karena kandungan
bakteri pada air liurnya yang dapat menyebabkan infeksi
berat. Biasanya, musim kawin
komodo terjadi antara Juni-
Juli. Pada Agustus, komodo
betina akan menggali sarang
berupa gundukan bekas
sarang burung Gosong (Megapodius reindwardt) di
bukit dan sarang lubang di
tanah, untuk menyimpan
telurnya yang dapat mencapai
38 butir. Telur komodo
biasanya dijaga oleh induknya, namun anak yang
baru lahir pada bulan Februari
atau Maret tidak dijaga, malah
sering dimakan. Komodo membutuhkan lima
tahun untuk tumbuh sampai
ukuran dua meter dan dapat
terus hidup sampai 30 tahun.
Memasuki 4-5 tahun adalah
masa awal kematangan komodo secara seksual.

0 komentar: