jakarta akan tenggelam

Jakarta -
Perubahan iklim global
bisa menenggelamkan 115
pulau di Indonesia.
Ibukota negara pun akan
tenggelam dan lebih aman jika pindah ke Pulau
Kalimantan. Wakil Ketua Pokja Adaptasi
Dewan Nasional Perubahan
Iklim Dr Armi Susandi
menyatakan kenaikan
permukaan air laut sebagai
dampak perubahan iklim global mampu
menenggelamkan wilayah
pesisir RI. Ibukota Jakarta
juga bisa tenggelam jika tidak
ada penanganan serius.
Oleh karena itu ia setuju ibukota dipindahkan ke
Kalimantan. "Ide yang sangat
bagus jika Jakarta bisa
dipindahkan ke Kalimantan
pada 2030 sebagai ibukota
negara, karena potensi tingkat bahaya yang lebih
rendah. Jakarta juga sudah
sangat padat dan mencemari
lingkungan," ujarnya saat
ditemui di Kampus UI Depok
kemarin. Armi yang juga dosen
Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian ITB mengatakan,
kajian juga menunjukkan ada
115 pulau yang akan
tenggelam di Indonesia di 2100. Sementara wilayah
utara pulau Jawa juga
termasuk rawan tenggelam.
Pada 2010, permukaan air laut
Indonesia diperkirakan naik
0,4 meter dan luas wilayah yang hilang adalah 7.408 km
persegi. Sementara pada 2050
diperkirakan permukaan air
laut akan naik 0,56 meter
dengan luas wilayah
tenggelam sebesar 30.120 km persegi.
Sedangkan di 2100 wilayah
daratan Indonesia yang akan
tertutup air sebanyak 90.260
km persegi, dengan kenaikan
permukaan air laut 1,1 meter. "Dampak bencana alam
Kalimantan lebih rendah
ketimbang Pulau Jawa,
kenaikan permukaan air laut
perairan Kalimantan lebih
rendah daripada Pulau Jawa. Kalimantan lebih ekologis jika
digunakan untuk menata
kota, tanah yang tidak
sesubur pulau Jawa juga bisa
menjadi alasan agar pulau
Jawa dioptimalkan unsur kandungan tanahnya," ujar
Armi.
Bappenas dan Kementerian
Lingkungan Hidup sudah
melakukan kajian mengenai
kemungkinan untuk memindahan ibukota ke
wilayah lain. Sedangkan
Kalimantan tidak rawan
gempa, karena selain bukan
pertemuan lempeng tektonik
juga tidak memiliki gunung berapi.
Namun Armi menuturkan jika
ingin membuka ibukota di
Kalimantan, jangan membuka
hutan seluruhnya, karena
memang struktur tanahnya berbeda dengan Pulau Jawa.
"Antara Palangkaraya dan
Banjarmasin, saya lebih
cenderung ke Palangkaraya
karena memang jika ditata
akan lebih baik. Wilayah topografinya cenderung datar
sehingga memudahkan proses
pembangunan, bisa menjadi
pusat pertumbuhan baru
sehingga menggeser
penumpukkan ekonomi yang ada di Jawa dan menghindari
perubahan iklim lebih
mengancam Pulau Jawa,"
tambah Armi.
Sementara Pengamat Ekonomi
Lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tezza
Napitupulu kurang
sependapat jika ibukota
Republik Indonesia hanya
sekadar dipindahkan jika tata
ruang wilayahnya tidak dikelola dengan baik. Selain
itu waktu kenaikan
permukaan air laut akibat
perubahan iklim dinilai masih
sangat lama.
"Saya sangat setuju jika memang dipindahkan, tetapi
bukan berarti akan
menyelesaikan masalah.
Pemerintah sudah punya
RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) yang seharusnya konsisten peruntukkannya,
kantor Kementerian LH saja
ada di pinggir sungai. Jika
dipindahkan ke Kalimantan
lalu tidak diatur, apa mau
dipindahkan lagi ke Papua?. Kembali ke konsistensi
pelaksanaan RTRW, itu kunci
dasarnya," ujarnya.
Menurut Tezza, ekonomi
lingkungan bukan hanya
tanggung jawab negara maju, tetapi negara berkembang.
Pemerintah jangan hanya
mementingkan angka
pertumbuhan semata, tetapi
juga memperhatikan
lingkungan. Sementara sejauh ini baru sektor energi yang
diberi perhatian.
"Pembangunan ekonomi
sebaiknya difokuskan
memiliki dampak lingkungan
luas seperti gorong-gorong untuk banjir jangan hanya
mall, alasan lapangan
pekerjaan tidak tepat. Trade-
off antara pemikiran
lingkungan dengan aspek
ekonomi harus ada," ujar Tezza.

0 komentar: